Elang flores atau burung pemburu ini dapat dijumpai di daerah timur Indonesia, khususnya di pulau Flores, Sumbawa, dan Lombok (di perbatasan Taman Nasional Rinjani) serta di dua pulau Satonda di dekat Sumbawa dan Rinca di dekat Pulau Komodo. Bagi sebagian warga lokal, mereka menyebut burung pemangsa ini dengan sebutan Ntangis, Toem, atau Empo. Di daerah asalnya yaitu Flores, hewan ini dianggap sebagai hewan suci karena berhubungan erat dengan kebudayaan daerah setempat. Bahkan kebiasaan suku Manggarai, sisi barat pulau Flores. Keberadaan burung ini disebut "key species" karena peranannya dlam menjaga keseimbangan ekosistem dan rantai makanan.
Elang flores masuk dalam kategori burung berukuran besar dengan panjang tubuh sekitar 60 sampai 79 cm, dengan kepala putih, kadang dengan garis-garis coklat pada mahkota. Tubuh bagian atas berwarna coklat kehitaman. Dada dan perut putih berpalang coklat kemerahan yang tipis. Ekor coklat dengan enam garis gelap. Kaki mereka tampak berwarna putih. Tidak ada perbedaan yang terlalu menonjol untuk jantan-betina, atau perbedaan elang muda dan dewasa. Mereka biasa tinggal pada habitat yang berada di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut, dan kerap terbang dekat kawasan hutan utuh serta sepanjang sisi lereng gunung. .Mereka memangsa kawanan kadal, ular, atau mamalia kecil lainnya, Kadang mereka juga memangsa ayam milik warga.
Kini, jumlah populasi burung predator ini kurang dari 100 pasang yang menjadikannya sebagai salah satu hewan terancam punah dan dilindungi Undang-Undang. Keberadaannya yang terkadang memangsa hewan ternak warga, menjadikan hewan ini sebagai musuh bagi warga setempat. Penyebab lainnya adalah ulah manusia yeng terus menguras habitatnya dengan menghilangkan keberadaan hutan yang menjadi habitat asli mereka.
Nasalis Lavartus atau lebih dikenal dengan sebutan bekantan adalah jenis monyet berhidung panjang dengan rambut berwarna coklat kemerahan. Bekantan merupakan hewan endemik pulau Kalimantan yang tersebar di hutan bakau, rawa dan hutan pantai. Bekantan merupakan fauna identitas provinsi Kalimantan Selatan. Hewan ini dikenal dengan berbagai nama, misalnya proboscis monkey atau long-nosed monkey dalam bahasa Inggris, kera bekantan dalam bahasa Malaysia, bangkatan untuk Brunei, sementara penduduk sekitar juga menyebutnya pika, bahara bentangan, raseng, kahau, dan disebut juga monyet belanda karena warna rambutnya seperti bule.
Ciri utama yang membedakan bekantan dari monyet lainnya adalah hidung panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan, sedangkan bekantan betina hidungnya lebih kecil dan runcing. Berat bekantan jantan dapat mencapai 16-22 kg, sedangkan untuk bekantan betina beratnya mencapai 7-12 kg. Bekantan merupakan spesies primata yang sangat pandai memanjat dan berenang. Bekantan adalah hewan herbivora sehingga mereka banyak mengkonsumsi dedaunan, tunas, dan biji-bijian. Namun, sesekali bekantan memangsa serangga. Dalam habitatnya, bekantan hidup secara berkelompok. Biasanya satu kelompok terdiri dari beberapa bekantan jantan (all-male) atau satu bekantan jantan dan beberapa bekantan betina serta anak anaknya (one-male group).
Bekantan termasuk jenis mamalia yang dilindungi Undang-Undang dan mendapat status terancam kepunahan. Penyebab utama adalah pemburuan liar, kerusakan habitat dan konservasi habitat karena ulah manusia, hingga kebakaran hutan yang merusak habitat asli bekantan. Selain aktivitas manusia, musuh alami atau predator Bekatan seperti Macan Dahan (Neofolis diardi) juga menjadi salah satu faktor penyebab Bekantan terancam punah.
Kuskus Tutul Biak atau kerap disebut juga sebagai Kuskus Tutul Bermata Biru dalam bahasa Inggris diberi nama Blue-eyed Spotted Cuscus atau Biak Spotted Cuscus. Nama latin hewan dari famili Phalangeridae ini adalah Spilocuscus wilsoni Helgen & Flannery. Masih bersaudara dekat dengan Kuskus tutul hitam (Spilocuscus rufoniger). Hewan ini hanya bisa dijumpai di pulau Pulau Biak dan Pulau Supiori di daerah Teluk Cenderawasih, di Papua Barat. Kuskus Tutul Biak ini merupakan hewan marsupial (hewan berkantung) dan masuk dalam daftar hewan paling langka di Indonesia dan berstatus rentan punah. Penyebab satwa unik ini punah karena tak sedikit warga lokal yang memburu Kuskus Mata Biru untuk diperjual-belikan. Ada pula penyebab lainnya yaitu dekatnya jarak pemukiman penduduk dengan habitat Kukus Mata Biru sehingga kerap dianggap musuh oleh warga setempat.
Dibandingkan spesies kuskus dari genus Spilocuscus lainnya, Kuskus Tutul Biak memiliki ukuran badan yang paling kecil. Ciri khas jenis kuskus ini memiliki mata yang berwarna biru kehijauan. Warna mata inilah yang kemudian membuat spesies kuskus langka dari Papua ini dipanggil juga sebagai Kuskus Tutul Bermata Biru. Hewan yang dinamai Kuso oleh warga Ternate ini sendiri adalah hewan nocturnal (aktif saat malam hari) dan bersifat soliter atau hidup tidak berkelompok alias menyendiri.
Kuskus Mata Biru menjadikan pohon pohon tinggi untuk menjadi rumahnya. Karena itu, hewan ini mempunyai ekor yang kuat untuk berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya. Selain itu, ekor yang kuat ini berguna untuk melindungi diri dari musuh dan bahaya. Kuskus memiliki ekor yang panjang dan kuat. Ekor tersebut berfungsi untuk bergelantung di dahan-dahan pohon. Ekor Kuskus dapat mencengkram dahan-dahan dengan kuat untuk memindahkan mereka dari satu pohon ke pohon yang lain. Pada siang hari mereka akan tertidur di ranting ranting pohon dan pada malam hari mereka akan aktif mencari makan. Kuskus adalah hewan omnivora, tetapi makanan utama kuskus adalah serangga, daun dan buah. Sesekali kuskus memakan anak burung dan reptil kecil.
Semioptera wallacii atau lebih dikenal dengan nama Burung Bidadari Halmahera adalah jenis cendrawasih dengan badan berukuran sedang, ukuran badannya sekitar 28cm, berwarna cokelat-zaitun. Cendrawasih ini merupakan satu-satunya anggota genus Semioptera. Burung ini dianggap unik dan memiliki kecantikan sehingga disebut bidadari. Burung bidadari halmahera adalah jenis cendrawasih yang ditemukan di luar Papua. Burung ini juga tersebar di Maluku Utara, yaitu Tayawi, Gunung Tanah Putih, Halmahera Barat, Binagara Halmahera Timur, dan Resort Buli di Gunung Uni-uni. Salah satu lokasi terbaik untuk melihat langsung jenis ini adalah di Taman Nasional Aketajawe Lolobata, di Pulau Halmahera.
Burung cenderawasih ini juga menjadi indikasi kualitas kawasan sekitarnya yang masih baik, sebab dia tidak akan muncul pada areal yang telah mengalami gangguan atau pencemaran. Namun sayangnya krena banyak habitat yang telah dirusak atau dialih fungsikan, kini status burung Bidadari Halmahera terancam punah.
Cirinya yang paling mencolok dari burung ini adalah dua pasang bulu putih yang panjang yang keluar menekuk dari sayapnya dan bulu itu dapat ditegakkan atau diturunkan sesuai keinginan burung ini. Burung jantan bermahkota warna ungu dan ungu-pucat mengkilat dan warna pelindung dadanya hijau zamrud. Burung betinanya yang kurang menarik berwarna cokelat zaitun dan ukuran badannya lebih kecil daripada burung jantan, serta punya ekor lebih panjang dibandingkan burung jantan. Makanan burung Bidadari Halmahera adalah buah buahan, antropada dan serangga. Cara berkembang biaknya burung Bidadari Halmehera adalah bertelur sama seperti burung lainnya.
Ikan pesut Mahakam atau dikenal dengan nama latin Orcaella Brevirostris adalah hewan mamalia yang sering disebut lumba-lumba air tawar yang berstatus terancam punah. Hewan yang lebih dikenal peneliti dengan nama Irrawaddy Dolphin oleh peneliti luar negri ini, dinamakan pesut Mahakam karena habitatnya banyak dijumpai di perairan Sungai Mahakam, Provinsi Kalimantan. Tidak seperti mamalia air lain yakni lumba-lumba dan paus yang hidup di laut, pesut Mahakam hidup di sungai-sungai atau rawa rawa daerah tropis. Ikan pesut Mahakam memiliki populasi global sebanyak 6000 ekor, berdasarkan data tahun 2018 populasi hewan ini hanya tersisa sekitar 80 ekor saja di perairan sungai-sungai di Kalimantan dan menempati urutan tertinggi dari daftar satwa Indonesia yang terancam punah, sehingga ikan pesut ini menjadi satwa yang dilindungi Undang-Undang. Namun meskipun begitu, populasi lumba lumba air tawar ini justru mengalami peningkatan di Kamboja.
Hewan ini dibedakan dari sepupunya Pesut Australia menurut bentuk tengkorak dan siripnya. Ikan pesut Mahakam mempunyai kepala berbentuk bulat dengan kedua mata yang berukuran kecil, tubuh pesut berwarna abu-abu dengan bagian bawah yang lebih tua, yang membedakan Ikan pesut Mahakam dengan lumba-lumba adalah tubuh pesut yang tidak memiliki moncong layaknya lumb-lumba. Ikan pesut Mahakam adalah hewan karnivora dan memiliki umur yang cukup panjang, yakni dapat hidup sampai usia 28 tahun.
Aktivitas manusia menjadi ancaman terbesar atas keberadaan satwa liar yang dilindungi Undang-Undang ini. Penyebab kepunahan Ikan pesut ini salah satunya adalah terjebak di jaring nelayan (rengge) saat ingin memangsa ikan yang berkumpul di jaring tersebut, yang menyebabkan mamalia air ini mati tenggelam karena tak bisa bernafas di air. Beberapa ancaman lainnya adalah lumba lumba air ini mati karena tertabrak kapal, ponton yang hilir mudik membawa batu bara atau kelapa sawit, ataupun speedboat. Dan ancaman lain yang tak kalah berbahaya antara lain adalah penangkapan ikan dengan menggunakan setrum atau racun. Penangkapan ikan yang tak ramah lingkungan ini mengancam ketersediaan makanan Pesut Mahakam dan ekosistem disekitarnya.
Varanus Komodonesis atau lebih dikenal dengan sebutan komodo, adalah spesies biawak besar yang kerap dijumpai di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Hewan dari keluarga biawak ini disebut dengan nama "Ora" oleh warga setempat pulau Komodo. Komodo juga disebut dengan istilah buaya darat, walaupun begitu, komodo bukanlah spesies buaya.
Menurut penelitian, Komodo merupakan spesies terbesar dari familia Varanidae, dan termasuk sebagai kadal terbesar di dunia, rata-rata panjang komodo adalah sekitar 2-3 meter dan beratnya dapat mencapai 100 kg. Komodo menduduki puncak rantai makanan di habitatnya karena sejauh ini tidak diketahui adanya hewan karnivora besar lain selain biawak ini di sebarang habitatnya.
Hasil penelitian beberapa tahun yang lalu, peneliti percaya bahwa komodo memiliki air liur yang mengandung bisa mematikan dan dapat melumpuhkan mangsa yang berukuran lebih besar dari badannya hanya dalam satu gigitan. Namun faktanya, air liur komodo hanya memiliki sedikit bakteri. Pada kenyataannya komodo tidak membunuh mangsanya dengan air liur tapi dengan bisa yang terdapat pada air liurnya.
Bisa mematikan ini disimpan di kelenjar racun yang terletak pada rahang bawah. Setelah komodo menggigit mangsa hingga terluka, dia akan menyuntikkan air liurnya yang beracun lewat lidahnya yang berbisa.
Meski gigitan komodo tidak menyebabkan luka yang parah, tapi racun yang menyebar lewat luka gigitan dapat membuat membuat hewan maupun manusia kehilangan banyak darah. sehingga gigitannya ini dapat menimbulkan kelumpuhan, kerusakan jaringan syaraf, dan disertai dengan rasa sakit yang luar biasa jika tidak segera ditangani. Jadi, hati hati jika bertemu dengan hewan ini di alam bebas ya, kawan-kawan!